Keluar dari “Zona X”

Saya mengartikan zona X adalah sebuah tempat dan sifat ternyaman bagi saya. Kebanggaan muncul ketika saya bisa keluar dari zona x. Arti sebuah kebanggaan bagi saya sama halnya dengan mendapat kepuasan hati. Kepuasan hati dimana hidup dan sisa waktu saya bermanfaat untuk keluarga dan orang lain. Siap berkorban untuk orang lain, semampu kita. Kepuasan hati yang saya rasakan tidak semata untuk pribadi, namun untuk “orang-orang tertentu” juga. Dimana mereka turut merasakan kebahagiaan.

New-Andromax-U2-250x250-JPEGSaya yakin, setiap individu pasti pernah mengalami rasa yang satu ini. Analisis kebanggaan menurut saya terbagi menjadi beberapa tahapan atau fase. Maksudnya, ketika masih Sekolah, misalnya. Arti kebanggan buat mereka yang masih sekolah yaitu ketika berhasil menjalankan kewajiban sebagai pelajar, yaitu belajar. Kemudian, mereka mendapat hasil belajar sesuai dengan harapan. Saya yakin, mereka akan merasa puas, demikian juga dengan orang tua, pendidik dan sekolah. Orang-orang dilingkung kita benar-benar merasakan kepuasan hati karena hal tersebut. Itu merupakan contoh satu fase. Masih banyak contoh fase kebanggan dalam kehidupan.

Fase kebanggaan pada masa sekolah sudah saya lewati, banyak hal yang begitu berarti ketika masih sekolah. Dan entah mengapa, seluruh fase kebanggaan yang pernah saya alami mengalahkan fase kebanggan yang satu ini. Yaitu mampu keluar dari “zona x”.

Tak banyak orang yang beranggapan bahwa Zona X ini merupakan zona ternyaman. Banyak yang berpendapat Zona X ini merupakan zona berbahaya. Zona X yang saya maksud di sini adalah tempat dan sifat ketergantungan kepada sosok perempuan cantik yang biasa disapa dengan Ibu. Perempuan yang setiap hari ada dan siap sedia untuk suami serta anak-anaknya dan tidak pernah mengeluh secara berlebihan atas profesinya. Selalu ikhlas dengan apa yang dikerjakan untuk keluarga khususnya.

Ini tentang tugas seorang perempuan yang berprofesi sebagai Ibu Rumah Tangga. Saya yang biasanya setiap pagi hanya bisa bersih-bersih rumah, sedikit bantu-batu aktivitas Ibu di dapur. Siang-Sore, bekerja. Kemudian, malamnya istirahat. Bergilir seperti ini setiap harinya. Terkecuali hari libur. Sekarang keadaan berbalik.

Kurang lebih sudah tiga bulan, Ibu tidak boleh terlalu banyak aktivitas yang menimbulkan rasa lelah. Darah tingginya datang lagi, ditambah syaraf Bell’snya tidak berfungsi. Ibu hanya diperbolehkan jalan-jalan pagi disekitar rumah, kemudian istirahat. Sebagai perempuan, saya pun harus tahu diri. Mempelajari profesi Ibu, dimana pagi hari pekerjaan rumah dan dapur harus beres. Antar-jemput Ibu terapi. Bekerja. Siang hari harus menyempatkan ke pasar, beli sayuran yang cocok untuk beliau. Malam harinya tidak bisa langsung istirahat, karena seharian rumah ditinggal, jadi perlu beberes (lagi). Awalnya tuh berat banget menjalankannya. Padahal ini adalah pekerjaan perempuan, ya. Tak ada saudara yang bisa membantu, karena rumah saya jauh dari saudara (Bapak dan Ibu). Lagipula mereka juga mempunyai kesibukan masing-masing.

Bapak sering mengatakan “Idah tuh hanya besar badannya dowang. Otaknya belum cukup untuk sekedar memperhatikan apalagi -menangani rumah-”. Pernyataan Bapak tuh benar, saya memang seperti itu adanya. Banyak saudara dan teman yang mengatakan kalau saya tuh manja sama Ibu, pemalas, mbok-mboken. Jika diungkapkan dengan bahasa lain “hidup semau sendiri, yang penting happy”. Pernyataan dari mereka tidak ada yang salah. Benar-bernar malu dengan hati dan kedua tangan ini. “Apakah ke dua tangan ini tidak mampu untuk menangani pekerjaan rumah tangga?”. Tidak ada yang bisa menjawabnya kecuali hati dan kedua tangan saya. Saya harus segera bertindak. Apapun bentuk tindakan itu, yang penting tidak merugikan diri sendiri dan orang lain.

Ketika saya tingak-tinguk belajar memasak, Ibu tidak pernah menyalahkan saya. Nyuci baju dan nyetrika selama apapun juga tidak pernah berkomentar, apalagi menyalahkan. Ibu sadar dan katanya memang salah, karena dari dulu saya dibiarkan hidup semaunya sendiri. Bangun-Makan-Kerja-Dolan-Tidur Lagi. Cermin suram bagi seorang perempuan yang telah tumbuh dewasa.

Saya baru merasakan nikmatnya mengurus rumah dan keluarga tanpa ada yang membantu. Hal seperti ini akan menjadi berlebihan bagi perempuan yang berprofesi sebagai Ibu Rumah Tangga. Dimana tiap harinya telah mampu mengurus rumah dan keluarga, tanpa bantuan orang lain. Awalnya saya sempat mengeluh pada sebuah  teka teki, namun keluhan tersebut tak ada artinya. Dalam keadaan seperti ini, pola pikir digunakan setelah tindakan. Ya, sebuah tindakan sangat berarti dan merupakan langkah terbaik, daripada memikirkan cara, cara, bagaimana, dan bagaimana. Ada baiknya cukup berucap “kalau bukan saya, mau siapa lagi?”. Berucaplah, kemudian ambil langkah, tindakan yang pantas.

Tidak ada kata terlambat untuk bertindak positif. Roda kehidupan tidak pernah berhenti berputar. Semua manusia akan menikmati pahit-manis kehidupan, nyaman-tidak nyaman, susah-senang dll. Begitu mudahnya Tuhan memberi jalan kepada saya untuk beribadah. Menjaga orang tua dan menyayangi mereka seperti mereka menyayangi anak-anaknya dengan tulus. Tidak ada maksud lain, sakitnya Ibu ini memberi dampak positif buat saya. Memberi pelajaran yang begitu berharga.

Ada kebahagiaan yang berbeda dan kebanggan datang ketika saya bisa keluar dari zona x ini. Sungguh begitu asik dengan zona yang sekarang ini. Ibu terlihat bahagia karena tindakan-tindakan saya ini. Saudara dan teman-teman dekat pun demikian, meski ada yang masih meremehkan. Bapak sendiri sesekali mengomentari hasil masakan saya. “Bapak bahagia sekali kamu mau belajar masak, Dah. Tapi maaf, masakanmu koq kurang cocok di lidah Bapak, ya”. Huaaaaaaaaaaa, gubraaaaak. . .

Apa arti kebanggan buat teman-teman? Yuuuk, ikut kontesnya Mba Evi. . .

41 komentar

  1. Setiap tindakan, asalkan positif dan dijalani dengan ikhlas, insyaAllah membuahkan imbalan yang tak kita tahu. Terus berkarya Bu Guru dan semoga berjaya dalam kontes ini 🙂

    1. Syukur2 bermanfaat untuk oran lain ya, Om. 🙂 Aamiin. . .Terima Kasih ya, Om.

  2. Sudah siap jadi ibu rumah tangga nih Idah 🙂

    1. Sudah, Bund. Insya Allah. . 😉

  3. Adalah sesuatu yg baru, begitu kita keluar dari zona nyaman kita ya…

    1. Pengalaman baru juga, Mba. 🙂

  4. Agfian Muntaha · · Balas

    sini coba saya rasain masakannya, haha 😛

    1. Gimana rasanya, Mas? 😆

  5. senyum 😀 .

    1. Ini permennya, Mb. .. 😀

  6. Saya sepakat banget sama komen Mas Belalang Cerewet.. 🙂

    1. Cieeeee, sehati dong, Mba? 😛

  7. Bpke polos banget ya Dah … hi.hi.hi..
    salut u/ Idah yg sudah keluar dari Zona X. Semoga ibu segera fit kembali …
    SUkses juga u/ ngontesnya …

    1. Soalnya masih ABG, Imuut. .. 🙂
      Makasih, Mas. .

  8. Di luar Zona X masih ada Zona Y, Zona Z dan Zona2 yang lain.
    Orang yang selalu dalam Zona X akan jadi kuper duper…

    1. Nanti jadi kudet ya, Pak. 🙂

  9. Blessing in disguise ya dah.

    Buat sang Ibu, semoga lekas sembuh.

    1. HuUm nih, Mba.
      Aamiin. Makasih doanya, Mba. . . 🙂

  10. Nah, Idah sudah bisa masak sendiri. Kesempatan cicipi keahlian masak Idah nih…. :p

    1. Sini main ke Banjar, Mas. .

      1. Wah, klo soal makanan, tawaran selalu sulit ditolak *ngerapiin tas* :mrgreen:

  11. kerjaan rumah tangga spt menyapu, mengepel, mencuci akan terasa banyak manfaatnya pada saat kita berkeluarga dan pisah dgn ortu… selamat sudah belajar untuk mandiri

    1. Iya, Mas. Mipiii sinaune iki. .. 🙂

  12. Saya juga pernah dipaksa utk keluar dari zona nyaman 🙂

    1. Terus, akhirnya piye, Om? Keluar gak? #Kepo ini. 😀

      1. Hehehe… ya keluar donk. Awalnya sulit. Tapi habis itu jadi lebih mudah ketika kemudian dituntut utk keluar zona nyaman.

  13. Idah, masakanmu mungkin lebih enak dari masakanku… *yang masih terjebak dalam zona x 😀

    1. Aaah. .
      Tapi saya belum bisa buah Bakso Tengiri. . 😀

  14. Good Luck, Mbak…
    Gak banyak yang bisa melakukan ini jadi memang patut menjadi kebanggaan

    1. Kalau Mba Bintang kan sudah jadi Chef, ya. .. Hihihihi

  15. yang penting berbuat dulu yach..pasti ada hasilnya

    1. Kemudian menikmati. . .:mrgreen:

  16. sekarang sudah pindah ke zona Y ya Idah 🙂 Good luck ya

    1. Hahahaha.. .
      Semoga cepat pindahnya. . #Eh. 😛

  17. Budey rumahnya pindah?? Perasaan dulu rumahnya dempetan sm saudara deh, gak jauh…. 😀
    Keluar dari zona X, aku udah blum ea…. 🙂

    1. Iya, Tanteee. .
      Di rumah yang duluuuu. . .

  18. Sip deh mba, tinggal menunggu hari saja. Semoag sukses lombanya.

    Salam,

    1. Terima Kasih, Pak. .. 🙂

  19. Kalau saya mikir ntar cari suami yg kaya atau saya harus kaya biar pakai pembantu ngurusin rumah. Mama nyahut gimana kalau pembantunya mudik idul fitri? Wanita itu tetep hrs bs ngurus rumah. Langsung ngeles, pembantu mudik, majikannya jg mudik ke hotel, hahaha, ntar kalau pembantunya sdh balik baru ke rmh lg (khan org kaya). Semenjak jd anak kos sdh terbiasa mandiri, minimal nyuci, nyetrika, bersih2 kamar, dan masak nasi pakai rice cooker bisalah.

    1. Hikmah dari anak kosan ya, Mba. . .:)

  20. Tetap semangat Idah, kamu pasti bisa 🙂

Tinggalkan Balasan ke Idah Ceris Batalkan balasan